Blogger Bertuah

Sunday, March 14, 2010

Misteri segitiga bermuda indonesia


(Tragedi pesawat ADAM AIR di Awal tahun 2007)

Penyebab kecelakaan pesawat, selain umumnya disebabkan oleh cuaca yang
buruk, juga disebabkan karena adanya air pocket. Air pocket yang
berarti wilayah yang memiliki tekanan udara rendah sehingga bisa
membuat pesawat kehilangan ketinggian secara tiba-tiba. Akibatnya pesawat bisa terlempar ke atas atau ke bawah. (seperti gambar disamping)

Di perairan Masalembo, Sulsel terdapat kawasan Segitiga Bermuda ala
Indonesia. Di perairan ini, tiga pesawat hilang berurutan pada 1961.
Ketika itu, sebuah pesawat milik Garuda dinyatakan hilang saat
melintas diatas perairan tersebut. Ketika tim evakuasi mencarinya,
mereka pun seolah ditelan alam. Begitu pula dengan helikopter yang
hendak menolong.

Ketiganya hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Selain diperairan
Masalembo, masih ada titik-titik air pocket di Indonesia. Salah
satunya adalah di Teluk Bayur di dekat perairan Padang. Di perairan
ini pesawat Merpati Airlines pernah hilang dan tak ada kabar sampai
sekarang.

Mantan ketua KNKT, Profesor Oetarjo Diran meragukan kemunkinan kantong
udara sebagai penyebab kecelakaan Adam Air. ada 1001 cara jatuh dari
35000 kaki

Diambil dari HU Republika 3 januari 2007
Benarkah di Indonesia ada titik-titik mirip segitiga bermuda ? ada
dokumen dan peneletiannya kira-kira?

Adakah Segitiga Bermuda di Perairan Sulawesi?

SAAT menunggu digelarnya acara jumpa pers oleh Koordinator Tim SAR Pencarian Pesawat AdamAir, Marsma TNI Eddy Suyanto di kantor Danlanud Hasanuddin Makassar baru-baru ini, sejumlah wartawan terlibat obrolan soal Segitiga Bermuda. PERAIRAN di sekitar Pare-Pare dan Majene yang sering disebut sejumlah orang sebagai Segitiga Bermuda ala Sulawesi. Gambar diambil dari pesawat Nomad TNI AL P-837 yang dipilota Kapten (Pnb.) Gering Sapto Sambodo,

Konon, menurut masyarakat setempat, perairan di sekitar tempat ditemukannya serpihan pertama pesawat AdamAir, yakni di Majene dan Pare-Pare tergolong sebagai daerah angker. Sejumlah tokoh masyarakat yang ikut membantu tim SAR menuturkan, beberapa puluh tahun silam pernah terjadi pesawat terbang jatuh di perairan itu dan lenyap hingga kini. Cerita senada dikemukakan pula oleh beberapa penerbang dan personel tim SAR yang enggan disebutkan namanya. Mereka menyatakan, setidaknya pernah terjadi dua kali peristiwa hilangnya pesawat terbang di atas perairan Majene dan Pare-Pare. Yang namanya cerita, tentu bisa benar dan juga tidak benar. Terlepas dari soal itu, sebutan "Segitiga Bermuda" menjadi wacana baru di tengah mas yarakat. Pasalnya, beberapa paranormal, pengamat, dan pers menyebut pula soal hilangnya AdamAir dengan mengaitkan pada peristiwa yang mirip dengan di Segitiga Bermuda. Mereka menambahkannya dengan nama "Sulawesi". Alhasil, "Segitiga Bermuda ala Sulawesi" pun sering diperbincangkan oleh masyarakat. Di antara personel tim SAR ada pula yang tergerak untuk mencari tahu apa sebenarnya yang dimaksud Segitiga Bermuda ala Sulawesi itu.

SEGITIGA Bermuda adalah sebuah kawasan yang cukup terkenal, yang berkaitan erat dengan hilangnya pesawat terbang dan kapal laut. Lokasinya terdapat di antara pantai Florida, Haiti, Kuba, Jamaika, dan Puerto Riko. Menurut Muhammad Isa Dawud --pengarang buku Dialog dengan Jin Muslim, Pengalaman Spiritual--, istilah Bermuda, asal mulanya berasal dari nama untuk bulan ketujuh, penanggalan Mesir yakni Naisan. Pada masa itu, petani menanam tebu d an memanen kurma. Istilah ini dipergunakan untuk menunjuk suatu segitiga imajinatif yang terletak di Samudra Atlantik. Segitiga Bermuda punya luas sekira 770.000 km persegi, dan terdiri dari gugusan pulau sekira 350 pulau yang terletak dalam susunan mirip untaian manik-manik. Beberapa teluk kecil yang merupakan ujungnya, terletak seluruhnya di Samudra Atlantik, 930 km dari daratan Amerika. Kepulauan itu dijajah Inggris sejak 1684, yang kemudian diubah statusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari (protektorat) Kerajaan Inggris Raya. Bermuda memperoleh pemerintahan otonomi untuk urusan dalam negeri sejak 1968, dengan jumlah pulau kecilnya yang mencapai sekira 60 pulau. * * MENURUT jin Muslim, sahabatnya Muhammad Isa Dawud, di Segitiga Bermuda terdapat singgasana iblis dan pengikutnya. Mereka inilah yang "menyembunyikan" sejumlah pesawat terbang dan kapal laut. Vince nt Cadys, seorang spesialis berbagai peristiwa misterius kelautan dan merupakan orang pertama yang menggunakan istilah Segitiga Bermuda mengatakan, daerah Segitiga Bermuda adalah daerah yang sangat berbahaya bagi pelayaran dan penerbangan. Daerah itu diduga sudah menelan korban sekira 100 pesawat dan kapal laut, serta lebih dari 1.000 orang. Sebagian besar peristiwa terjadi pada tahun 1945.

Sementara itu, Lembaga Meteorologi dan Geofisika AS pernah mengorbitkan rembulan buatan (satelit), untuk menyingkap misteri Segitiga Bermuda dan memantau tempat-tempat tertentu di permukaan bumi. Saat di kawasan Segitiga Bermuda, satelit menangkap sinyal aneh lalu terputus. Di layar monitor hanya terlihat medan luas yang kosong dan sunyi. Selain di Segitiga Bermuda, juga ada Sumur Setan di Selat Formosa atau di wialayah Taiwan. Di sebelah tenggara pulau Formosa yang luasnya sekira 35.961 km persegi itu, terdapat segitiga "S umur Setan" yang menelan banyak korban kapal laut dan pesawat terbang hilang. Tak mustahil, menurut sejumlah pengamat, di bagian samudra lautan lainnya ada kawasan mirip Segitiga Bermuda.

DI Segitiga Bermuda pernah terjadi peristiwa hilangnya pesawat Star Tiger dengan 31 penumpang (pada 30 Januari 1948), pesawat Star Areal (17 Januari 1949), pesawat Skylob --pesawat terbesar dalam jajaran armada AS-- pada Maret 1917, serta pesawat DC-3 dan 35 penumpangnya yang terbang dari Puerto Riko (28 Desember 1948). Selain itu, pada 27 Februari 1935 penghuni hotel di Pantai Daytona dan warga setempat melihat ada pesawat yang terbang rendah lalu menukik masuk ke laut. Tim SAR pun langsung mencarinya di dalam lautan kawasan Segitiga Bermuda, ternyata tidak ada. Sedangkan pada musim gugur 1967, kapal Queen Elizabeth I melihat ada pesawat yang mendek at ke kapal, lalu jatuh ke laut di Segitiga Bermuda. Ketika dicari oleh Queen Elizabeth I, ternyata tidak ada. Tak hanya itu, kapal barang Anita milik AS dengan muatan 20.000 ton, pada 23 Maret 1973 dinyatakan hilang di Segitiga Bermuda. Kasus lainnya, Januari 1945, ekspedisi lima pesawat tempur jenis TTB 30 Finger Skuadron ke 19 Amerika bertolak dari pangkalannya di Port Louderdile di wilayah Florida AS. Saat pukul 15.15 petang, misi yang dipimpin Letnan Udara Charles Tylor selesai dan bermaksud kembali ke pangkalannya. Kelima pesawat ini raib setelah sebelumnya sempat mengirim teks kawat ke menara pengawas. Tim SAR yang berada di bawah komando Wersink diberangkatkan untuk mencari kelima pesawat, ternyata hilang juga di Segitiga Bermuda.

Cerita misterius di Segitiga Bermuda sempat dibukukan, misalnya, oleh Dr. Aiman Abulrus berjudul Mutsallats Bermuda Mutsallats Ar Ra'b wa Al Kawarits", Dar Ibn Sina. Juga, ditulis oleh Charles Berlins, dengan bukunya Bermuda Triangle. Muhammad Isa Dawud menceritakan pula soal Segitiga Bermuda --berdasarkan keterangan jin Muslim-- yang dibukukan dalam Hiwaar Shahafiy ma'a Jiniy Muslim, terbitan Daar Al Funuun li Ath Thiba'at wa An Nasyr wa At Taghliif, Jedah, 1992. (Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual, penerjemah Dr. H. Afif Muhammad, M.A., dan Drs. H. Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996). Adakah Segitiga Bermuda di perairan Sulawesi? Jawabannya, tentu bergantung waktu dan fakta historis yang cepat atau lambat akan terungkapkan. Yang jelas, AdamAir hingga kini masih raib dan diduga kuat terbenam di dalam laut.


Sagori, Segitiga Bermuda Indonesia


Kemolekan Pulau Sagori, Kabaena, Sulawesi Tenggara, kerap dinikmati oleh turis mancanegara sebelum tragedi bom Bali Oktober 2002. Pulau itu menyimpan misteri, antara lain seringnya kapal karam. Pantas banyak yang menyebutnya Segitiga Bermuda di Kabaena.

Pulau Sagori di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, itu merupakan karang atol berbentuk setengah lingkaran. Pulau tersebut tak lebih dari onggokan pasir putih dengan panjang sekitar 3.000 meter dan pada bagian tengah yang paling lebar, 200 meter.

Wisatawan asing biasanya singgah di pulau itu dengan kapal pesiar setelah mengunjungi sejumlah obyek wisata di Kabupaten Buton dan Muna. Di Sagori mereka berjemur di atas pasir putih sambil menunggu bola matahari yang perlahan meredup saat hendak terbenam. Seusai menyaksikan gejala alam yang mengagumkan itu mereka pun melanjutkan perjalanan.

Sagori sebetulnya lebih menarik jika dilihat dari pegunungan di Pulau Kabaena. Dari ketinggian jarak jauh itu Sagori menampilkan sapuan empat warna, yakni biru tua sebagai garis terluar, biru muda, garis putih, kemudian hijau di tengah. Warna hijau bersumber dari tajuk-tajuk pohon cemara yang melindungi pulau tersebut.

Jarak terdekat dengan daratan Kabaena sekitar 2,5 mil. Namun, pengunjung biasanya bertolak dari Sikeli, kota pelabuhan di Kecamatan Kabaena Barat, dengan jarak sekitar empat mil atau sekitar 30 menit dengan perahu motor. Sagori merupakan wilayah Kelurahan Sikeli.

Kata "sagori" konon diambil dari nama seorang gadis yang ditemukan warga Pongkalaero-kini sebuah desa di Kabaena -pada saat air surut tak jauh dari pulau itu. Gadis itu diceritakan menghuni kima raksasa yang terjebak karena air surut.

Saat ditemukan, gadis tersebut dalam keadaan lemah tak berdaya. Para pemburu hasil laut kemudian menggendongnya ke sebuah onggokan pasir sebelum dibawa ke mokole (raja) di Tangkeno di lereng Gunung Sangia Wita, puncak tertinggi (1.800 meter) di Kabaena.

Namun, setelah beberapa saat diistirahatkan di onggokan pasir, gadis tersebut meninggal dunia. Sebelum meninggal ia sempat menyebut namanya, Sagori. Sejak itu penduduk menamakan onggokan pasir itu Pulau Sagori.

Kuburan kapal

Keindahan Sagori di atas permukaan sangat kontras dengan kondisi alam dasar laut di sekitar pulau tersebut. Belantara batu karang yang terhampar di kawasan perairan pulau itu menyimpan misteri yang menyulitkan para pelaut, bahkan tidak jarang membawa petaka yang amat menakutkan.

Seperti diungkapkan beberapa tokoh masyarakat suku Sama (Bajo) di Kabaena, karang dan perairan Pulau Sagori hampir setiap dua tahun menelan korban berupa kapal pecah karena menabrak karang maupun korban manusia yang dibawa hanyut gulungan ombak pantai pulau tersebut.

Musim libur tahun lalu, misalnya, seorang siswa SMA Negeri 1 Kabaena tewas dihantam ombak yang datang mendadak saat dia bersama sejumlah temannya mandi-mandi di pantai. Sebelumnya, seorang ibu mengalami nasib serupa tatkala sedang mandi-mandi di sana.

Menjelang Lebaran lalu, sebuah kapal kayu kandas kemudian tenggelam di perairan pulau itu saat kapal dalam perjalanan dari Sikeli menuju Jeneponto, Sulawesi Selatan. Tidak ada korban jiwa, kecuali kapal tak dapat diselamatkan.

Dua tahun sebelumnya kecelakaan menimpa sebuah kapal dalam perjalanan dari Bulukumba (Sulsel) menuju Maluku dengan muatan sembako dan bahan bangunan.

"Tidak bisa dihitung lagi jumlah kapal yang terkubur di dasar laut Sagori," ujar Uja' (60), nelayan Sikeli dari suku Bajo.

"Kuburan" tersebut termasuk rongsokan kapal layar VOC dan kapal yang diperkirakan berasal dari China di kedalaman sekitar 13 meter saat air surut. Subair (57), Kepala SMP Negeri Sikeli, menemukan kapal tersebut pada 1973. "Saya yakin itu kapal China karena masih menyimpan harta karun berupa piring antik dan gerabah lainnya," katanya.

Menurut Subair, kecuali barang pecah belah, petunjuk lainnya adalah simbol-simbol China pada kapal maupun gambargambar naga yang terukir jelas.

Cerita seputar Pulau Sagori mirip Segitiga Bermuda (Bermuda Triangle) di Lautan Atlantik. Sagori juga menjadi kuburan bagi kapal-kapal yang berlayar mendekati pulau yang terletak 2,5 mil arah barat daya Pulau Kabaena itu.

Perairan Segitiga Bermuda terbentuk oleh garis (lurus) imajiner yang menghubungkan tiga titik, masing-masing di Pulau Bermuda, Miami (AS), dan Puerto Rico. Di wilayah perairan segitiga itulah dunia selalu dikejutkan denngan hilangnya sejumlah kapal bersama penumpang dan awaknya tanpa bekas. Bahkan, pesawat terbang juga kerap kali hilang misterius di atas perairan itu tanpa bisa dideteksi. Karena itu, Segitiga Bermuda dikenal sebagai "Kuburan Atlantik".

Tragedi kapal VOC

Kecelakaan laut terbesar di Sagori terjadi pertengahan abad ke-17 yang menimpa lima kapal milik VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), perusahaan dagang Kerajaan Belanda di Asia Timur yang beroperasi di Nusantara untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah. Kelima kapal itu bersamaan menabrak karang dalam perjalanan iring-iringan dari Batavia menuju Ternate (Maluku Utara).

Informasi agak lengkap tentang peristiwa empat abad silam itu dipaparkan Horst H Liebner, tenaga ahli bidang budaya dan sejarah bahari pada Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, saat mengikuti Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara IX di Bau-Bau, 5-8 Agustus 2005 lalu.

Menurut Liebner, peristiwa kandasnya kelima armada VOC di karang Pulau Sagori pada 4 Maret 1650 itu amat menarik untuk diteliti lebih mendetail. Namun, dia mengaku belum sempat membaca keseluruhan naskah catatan harian awak kapal tersebut.

Kelima kapal layar Belanda itu adalah Tijger, Bergen op Zoom (berdaya angkut 300 ton), Luijpaert (320 ton), De Joffer (480 ton), dan Aechtekercke (100 ton). Data daya angkut Tijger yang bertindak sebagai kapal komando tak disebutkan oleh Liebner. Seluruh penumpang (581 orang) dapat diselamatkan. Mereka terdiri dari awak kapal, serdadu, dan saudagar.

Malapetaka tersebut sangat menyengsarakan seluruh penumpang yang terancam kekurangan perbekalan. "Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami masih dapat menyelamatkan sedikit beras yang kering," tutur Liebner mengutip jurnal yang ditulis salah seorang awak kapal.

Lokasi kecelakaan merupakan daerah asing bagi para pelaut Belanda maupun dunia pelayaran umumnya di zaman itu. Pulau Kabaena yang terdekat dengan lokasi musibah, dalam laporan disebut Pulau Comboina.

Penduduk setempat yang datang ke lokasi pada dasarnya bukan bermaksud menolong, tetapi menjarah seandainya tak dicegah oleh awak kapal. Penduduk yang dilukiskan sebagai "orang hitam" diartikan Liebner sebagai etnis Sama (Bajo) yang mendiami pesisir Pulau Kabaena.

Hal itu dibenarkan tokoh Bajo H Djafar alias Nggora (80-an). "Orang Bajo datang membantu sambil mengambil kain untuk bahan pakaian," tuturnya mengutip tradisi lisan masyarakat Bajo seputar kecelakaan lima kapal VOC 400 tahun silam itu.

Setelah menjelang seminggu hidup di Pulau Sagori tanpa tanda-tanda kemungkinan adanya pertolongan, pimpinan pelaut Belanda memutuskan mengirim sebuah sekoci ke Ambon untuk melaporkan kecelakaan itu kepada Laksamana de Vlamingh.

Mereka juga berusaha membuat sendiri kapal menggunakan bahan-bahan dari kapal yang telah pecah berantakan. Awak kapal menyelamatkan barang dagangan dan 87 pucuk meriam.

Kapal hasil rakitan yang kemudian diberi nama Trostenburg (benteng pelipur lara) itu diluncurkan awal Mei, hampir bersamaan datangnya kapal bantuan pada 7 Mei 1650 yang dikirim atas perintah de Vlamingh. Kedatangan kapal bantuan itu sangat terlambat karena terhalang angin barat yang saat itu bertiup kencang.

Tragedi segera berakhir ketika semua awak kapal bersama muatan dan meriam diangkut ke Batavia. Bangkai kapal tersebut kini masih tergeletak pada kedalaman sekitar lima meter di dasar laut Pulau Sagori. "Mesin dan baling-balingnya masih ada," tutur Uja'.

No comments:

Post a Comment