Blogger Bertuah

Tuesday, November 24, 2015


KEJAYAAN ISLAM ZAMAN RASULLULLAH dan SAHABAT.




Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan sistem ekonomi yang berdasarkan syariat islam dan berlandaskan Al-Quran dan Sunnah Rasul. Sejumlah aturan yang tertanam pada landasan perekonomian tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya tidak melakukan sesuatu. Tentu aturan-aturan yang tersebut dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik agama diri, akal, harta benda maupun nasab keturunan.

Rasulullah memulai implementasi perekonomian islam sejak diutusnya beliau sebagai utusan Allah SWT pada usia 40 tahun. Sistem perekonomian islam tampak cerah bukan pada masa Makkah, namun mulai pada masa Madinah atau hijrahnya Rasulullah ke kota Yastrib (Madinah). Ketika itu, kehidupan umat muslim bersama Rasulullah merupakan contoh teladan yang paling pantas untuk implementasi dari syariat islam.

Madinah merupakan suatu negara yang baru terbentuk dan tidak memiliki harta warisan sedikitpun. Hal ini diperparah adanya ancaman demi ancaman dari pihak luar yang terus menggeruguti kaum mulimin selepas hijrah dari Makkah ke Madinah. Banyak guncangan dan cobaan serta rintangan yang muncul baik dari dalam maupun pihak luar membuat Hijrahnya kaum muslimin dari Makkah bukan hanya diartikan sebagai melepaskan diri dari cobaan pihak Quraisy di Makkah, melainkan juga sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman. Oleh karena itu, setiap muslim pada saat itu harus mampu, wajib ikut andil dalam mendirikan negara baru ini (Madinah), harus mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga dan menegakkannya.
Tidak dapat disangsikan bahwa Rasulullah adalah pemimpin, komandan dan pemberi petunjuk dalam menegakkan masyarakat ini. Semua krisis dikembalikan kepada beliau tanpa ada yang menentangnya.

Pemerintahan awal Rasulullah di Madinah tergolong sederhana, tetapi telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dikarenakan landasan perekonomian yang merupakan Al-Quran, karakter perekonomian saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya terhadap keadilan dan pemerataan kerakyatan. Setiap kegiatan harus mencakup konsep maslahat yang bermuara pada ukhuwah islamiyah.


Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah islam. Sumber daya ekonomipun tidak boleh menumpuk pada seseorang saja melainkan harus terbagi-bagi antar masyarakat. Hal ini dilakukan agar masalah gap antara si miskin dan si kaya teratasi pada perekonomian islam di zaman Rasulullah.
Banyak hal-hal strategis yang di lakukan oleh Rasulullah dalam masyarakat baru di Madinah, khususnya tentang perekonomiannya, yaitu :
  1. Membangun Masjid
Sebelum masuk ke Madinah, yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah bersama dengan umat mulim lainnya adalah mendirikan Masjid Quba. Masjid ini bukan hanya untuk beribadah, tetapi juga sebagai sentral kegiatan kaum muslimin. Saat masuk kota Madinah beliau membentuk lembaga persatuan di antara kaum Muhajirin dan Anshar yang diikuti dengan pembangunan Masjid Nabawi yang kemudian menjadi sentral pemerintahan di Madinah. Dengan pembangunan masjid ini, kaum muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga ikatan persaudaraan dan mahabah semakin terjalin kuat.
  1. Mempersaudarakan di antara Sesama Orang-orang muslimin
Tugas Rasulullah berikutnya adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (Penduduk Makkah yang hijrah ke Madinah). Sekitar 150 keluarga kaum Muhajirin berada dalam kondisi yang memperhatinkan karena hanya membawa perbekalan ala kadarnya ke Madinah. Mereka hanya bergantung pada mata pencaharian bidang pertanian dan pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada mereka.
  1. Membangun Konstitusi Negara
Tugas berkutnya yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara Madinah yang Muslim maupun bukan Muslim, serta membahas tentang pertahanan dan keamanan negara.
  1. Meletakkan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Selanjutnya, Rasulullah SAW meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara bergasarkan ketentuan-ketentuan Al-Quran. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan Al-Quran di hapus dan digantikan dengan paradigma yang berbasis nilai-nilai Qurani yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan.

Sistem Ekonomi di Madinah
            Dikarenakan Madinah yang merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi, peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang dilakukan Rasulullah merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum muslimin secara bergotong royong dan sukarela berlandaskan ukhuwah.

Setelah perputaran aktivitas ekonomi yang cukup signifikan dari hasil persaudaraan tadi, maka Madinah mulailah mendapatkan Pendapatannya sendiri dan Pengeluarannya sendiri. Pendapatan Madinah bersumber pada pendapatan primer dan sekunder.

Pendapatan Primer pada saat itu adalah pendapatan yang utama oleh negara seperti Zakat dan Ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan dengan pajak. Zakat dan Ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk dalam salah satu pilar islam. Zakat pada zaman Rasulullah dikenakan pada :
  • Benda logam yang terbuat dari emas, ditentukan berdasar beratnya.
  • Benda logam yang terbuat dari perak, ditentukan berdasar beratnya.
  • Berbagai jenis barang dagangan yang sesuai dengan syariat islam, ditentukan berdasar jumlahnya.
  • Hasil pertanian dan perkebunan, ditentukan berdasarkan nilai jual dan kuantitasnya. Barang inilah yang disebut dengan Ushr.
  • Luqta (Harta benda yang ditinggalkan musuh)
  • Barang temuan
Sementara itu, pajak (dharibah) sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Allah SWT kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Allah SWT menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-objek tertentu.

Kemudian, pendapatan sekunder madinah yang memberikan hasil di dapat dari :
  • Uang tebusan para tawanan perang
  • Harta karun temuan
  • Harta benda kaum muslimin tanpa ahli waris (Amwal Fadillah)
  • Wakaf
  • Nawaib,yaitu pajak khusus yang dibebankan pada kaum muslimin ayng kaya raya
  • Zakat Fitrah
  • Bentuk lainnya seperti Hewan Qurban dan Kifarat (Denda)
Adapun sumber-sumber pengeluaran negara pada saat itu adalah Biaya Pertahana, Penyaluran Zakat dan Ushr, Pembayaran Gaji dan upah, Pembayaran Utang Negara, Bantuan untuk Musafir, hingga persediaan darurat dan sebagainya.

Untuk mengatur jalannya arus kas pemasukan dan pengeluaran negara maka dibentuklah Baitul Mal. Baitul Mal adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di Madinah pada masa awal hijriah.
Pertamakalinya berdirinyya Baitul Mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badar seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. AL-ANFAL : 1).

Pada masa Rasulullah SAW Baitul Mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.

Dengan demikian terlaksana sudah prinsip-prinsip yang disampaikan dalam Al-Quran mengenai sistem perekonomian yang diaplikasikan pada zaman Rasulullah SAW di Madinah. Kebijakan demi kebijakan yang dimulai Rasulullah SAW inipun menjadi bahan pembelajaran dan untuk melanjutkan tongkat estafet perekonomian islam di zaman khulafaurrasyidin hingga sampai ke titik perekonomian modern seperti sekarang ini.

Masa Khalifah Umar bin Khaththab

Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.

Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu."

Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut." (Al-Qaradhawi, 1995)

Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya (Karim, 2001).

Tak hanya Yaman, wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham (setara Rp 6,25 miliar) (1) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, "Apa yang kamu bawa ini?" Abu Hurairah menjawab, "Saya membawa 500 ribu dirham." Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, "Apakah kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh." Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka Umar berkata, "Berapa banyak uang yang engkau bawa?" Abu Hurairah menjawab, "Sebanyak 500 ribu dirham" Umar berkata,"Apakah itu harta yang sah?" Abu Hurairah menjawab, "Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya." (Karim, 2001; Muhammad, 2002)

Selama masa kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid) ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini (Karim, 2001, Ash-Shinnawy, 2006).

Dari sudut pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000 dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. (Ash-Shinnawy, 2006). Bagian itu cukup besar. Bandingkan dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80 dirham (senilai Rp 1 juta) (Karim, 2001).

Meski rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta’widh) dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya --dengan uang rakyat-- padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang melarat dan bahkan sekarat.

Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat.

Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995).

Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995).

Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT." (Al-Qaradhawi, 1995).

Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah!

A. KEKAYAAN RASULULLAH

Tidak ada catatan yang secara lengkap menggambarkan jumlah kekayaan yang dimiliki Muhammad saw, baik pada masa sebelum menjadi rasul maupun pada masa kenabian. Meskipun begitu, dari catatan Abu Faris (1997), beliau memberikan mas kawin (mahar) kepada Khadijah sebanyak 20 ekor unta dan 12 uqiyah (ons) emas. Jumlah itu tergolong sangat banyak bila dikonversi dengan uang pada masa itu ataupun pada masa sekarang. Setelah menikah kekayaan nabi bertambah karena kekayaan yang dimilikinya dikembangkan melalui perdagangan bersama dengan (harta) Khadijah. Akan tetapi, tidak banyak diketahui, apa yang terjadi pada harta kekayaan Muhammad saw selanjutnya.

Meskipun tidak ada catatan akurat tentang jumlah persis kekayaan Rasulullah saw sepanjang hayatnya, ada beberapa catatan yang menunjukkan Rasulullah adalah orang berpunya dan memiliki harta banyak, namun beliau selalu mendahulukan kepentingan umat melebihi kepentingan dirinya sendiri dalam bentuk infak, sedekah dan membantu fakir miskin.

Diceritakan bahwa:

Nabi Muhammad saw pernah membagikan lebih dari 1500 ekor unta kepada beberapa orang Quraisy sesudah perang Hunain.
Beliaupun pernah memiliki tanah Fadak. Fadak adalah sebuah daerah pemerintahan otonomi Yahudi di Hijaz. Penduduknya mayoritas Yahudi. Tanah Fadak diserahkan oleh kaum Yahudi kepada rasul tanpa melalui pertempuran (Ibnu Hisyam.II: 368)

Syu’aibi mencatat, beliau membagikan al-kutaibah (pemberian rutin) kepada kerabat dan istri-istri beliau. Kepada Fatimah 200 wasaq, Ali bin Abi Thalib 100 wasaq, Usamah bin Zaid 250 wasaq, Aisyah 200 wasaq, Ja’far bin Abi Thalib 50 wasaq, Rabiah bin Harits bin Abdil Mutthalib 100 wasaq, Abu Bakar 100 wasaq, Aqil bin Abi Thalib 140 wasaq, Bani Ja’far 140 wasaq, untuk sekelompok orang dan istri-istrinya 700 wasaq. Lainnya untuk Bani Mutthalib yang sebagian masih di Mekkah (Syu’aibi, 2004). 
Seusai perang Khaibar, nabi memperoleh sekitar 100 perisai, 400 pedang, 1000 busur dan 500 tombak.
Dikabarkan bahwa Muhammad menerima 90.000 dirham. Tetapi uang itu dibagikan kepada orang banyak sampai habis. 
Ketika kembali dari perang Hunain, nabi diserahkan uang hasil rampasan perang. Beliau berkata: “Letakkanlah uang itu di masjid.” Kemudian nabi shalat di masjid itu tanpa menolah kepada uang tadi. Seusai shalat beliau duduk di dekat uang tersebut dan memberikannya kepada setiap orang yang meminta. Beliau berdiri setelah uang itu habis.
Sungguh kita sebagai ummatnya pun seharusnya mengikuti upaya beliau untuk mendai kaya raya, agar bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya bagi kebaikan ummat. Dan jika dihitung, maka jelaslah Rasulullah adalah orang paling kaya sang konglomerat yang sederhana. Kekayaannya melebihi milyaran.

B. KEKAYAAN PARA SAHABAT

1.       Kekayaan Abu Bakar As-Shiddiq ra
Apabila kita membaca sejarah islam, disebutkan Abu Bakar pernah membebaskan seorang budak yang merupakan sahabat nabi yaitu Bilal bin Rabbah, yang dijamin akan masuk ke surga..Saat menawarkan untuk menebusnya, sang majikan yaitu Umaiyah bin Khalaf memberikan penawaran yang tinggi yaitu 9 uqiah emas ( 1 uqiah adalah 31,7475 gram emas berarti sekitar 7,4 dinar emas, dimana 1 dinar emas adalah 4,25 gram emas ), dan Abu Bakar menyanggupinya tanpa menawar, saat ini 1 dinar sekitar 2,1 juta rupiah per kepingnya maka yang harus ditebus sekitar 9*7,4*2,1 juta rupiah >>> sekitar 140 juta rupiah..suatu harga yang fantastic untuk ukuran budak saat itu.

Ini menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi membuat seseorang dapat berbuat lebih untuk membela agama Allah SWT, selain itu banyak sekali kisah dari abu bakar yang digunakan untuk membebaskan budak-budak..bahkan di awal keislaman dikisahkan bahwa Abu Bakar RA pernah menghabiskan 40.000 dirham untuk memerdekakan budak, dengan perhitungan 1 dirham saat ini sekitar 70 ribu rupiah maka dana itu sekitar 2,8 Milyar rupiah.

2.       Kekayaan Umar bin Khattab ra:
Salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW dan khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash shiddiq r.a. Beliau termasuk dalam 10 orang yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW. Dijuluki sebagai Umar Al Faruq (sang pembeda) karena ketegasannya dalam menegakkan kebenaran. Seorang yang keras namun berhati selembut salju, administrator dan peletak landasan manajemen ekonomi negara yang cemerlang.

Semenjak menjadi khalifah hidup sangat sederhana, meskipun kaya raya. Beliau hendak memberikan teladan yang baik bagi kaum muslimin tentang konsep jabatan, harta dan zuhud seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Berikut data kekayaan Umar, yang ternyata sebagian besar dipergunakan untuk kemajuan kaum muslimin waktu itu.
Mewariskan 70.000 properti (ladang pertanian) seharga @ 160juta (total Rp 11,2 Triliun)
Cash flow per bulan dari properti = 70.000 x 40 jt = 2,8 Triliun/ tahun atau 233 Miliar/bulan. Simpanan = hutang dalam bentuk cash.
*1 Dinar = Rp. 1,2 juta IDR (Indonesian Rupiah)

3.       Kekayaan Utsman bin `Affan ra:
Khalifah ketiga setelah wafatnya Ummar Al Faruq. Bangsawan dan konglomerat Makkah yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW karena perjuangan dan ketaqwaannya. Seorang pribadi shalih yang jujur, lembut dan pemalu. Jasa beliau untuk menstandarkan teks Al Quran memberi sumbangsih besar dalam penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Data kekayaan beliau:
Simpanan uang = 151 ribu dinar plus seribu dirham
Mewariskan properti sepanjang wilayah Aris dan Khaibar
Memiliki beberapa sumur senilai 200 ribu dinar (Rp 240 M)
Dalam Keterangan lain:
Tarikah 1 (tunai)    : 30 juta Dirham
Tarikah 2 (tunai)    : 150.000 Dinar
Sedekah                : 200.000 Dinar
Unta                      : 1000 ekor
(Sumber  : al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7, hal. 214, Ibn Katsir)

Jika dirupiahkan
Tarikah 1 (tunai)              : 1.845.690.000.000
Tarikah 2 (tunai)              : 291.219.750.000
Sedekah                          : 388.293.000.000
Unta                                : 7.740.000.000
Jumlah: 2.532.942.750.000 (Dua Triliun, Lima Ratus Tiga Puluh Dua Milyar, Sembilan Ratus Empat Puluh Dua Juta, Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)

Perhitungan di atas bisa jadi lebih kecil dari realitanya karena beberapa aset dan sedekah beliau yang tidak dimasukkan, seperti pembelian lahan untuk sumur "Rumah" senilai 20.000 Dirham, hibah 950 unta untukperlengkapan perang Tabuk/’Usrah. (ar.wikipedia.org/wiki/عثمان_بن_عفان) aset tanah (dhiya’) dan kuda yang jumlahnya amat sangat banyak (Tarikh Ibn Khaldun, Jil 1)
Anda dapat mengulangi perhitungannya dengan memasukkan data dari dua buku yang saya sebutkan.
Kekayaan lain, yaitu menikahi dua orang putri Rasulullah SAW (Ruqayyah lalu Ummu Kultsum) gak usah dimasukkan ya! Sebab itu bukan kekayaan finansial, meski itu juga sebuah kekayaan yang amat tak terkira.

Kekayaan Usman setelah meninggal berupa 150.000 dinar dan 1.000.000 dirham ditemukan di rumahnya. Tanah-tanah yang bebas pajak tak ada batasnya. Nilai total aset yang dimiliki Usman di Wadi al Qura dan Hunain adalah 100.000 dinar. Onta dan kuda tak terhitung banyaknya. [Muruj adz Dzahabi, Jilid 1, Hlm 435]

Namun di akhir masa kekhalifahan dan hidupnya, harta yang dimiliki Utsman r.a hanya tersisa dua ekor unta saja. Semuanya dinafkahkan untuk kesejahteraan ummat. Bahkan beliau pun tidak mau menerima tunjangan (gaji) dari baitul maal. Subhanallah, inilah karakter khas generasi didikan langsung Rasulullah SAW.

4.       Kekayaan Zubair bin Awwam ra
Konon, satu-satunya orang yang setanding dalam kemahiran beliau bertempur sambil berkuda adalah Khalid ibn al-Walid (the Drawn Sword of God). Kedua sahabat ini mampu berkuda sambil kedua tangannya menggenggam pedang, sedangkan pengendalian kuda dilakukan dengan kakinya.

Seperti diinformasikan oleh al-Bukhariy (al-Jami’ al-Shahih li al-Bukhariy, Juz 3, hal. 1137), Az-Zubayr RA wafat hanya meninggalkan kekayaan berupa aset tidak bergerak (tanah), termasuk di antaranya adalah sebuah rimba belantara, 11 (sebelas) rumah (besar/daar) di Madinah, 2 (dua) rumah di Bashrah, dan 1 (satu) rumah masing-masing di Kufah dan di Mesir.

Beliau mewasiatkan 1/3 dari total harta peninggalannya (tarikah) untuk para cucunya. Lalu 2/3-nya dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.

Beliau memiliki istri empat orang di mana setiap setiap istri mendapatkan waris senilai1.200.000 Dirham dari 2/3 total tarikah (Shahih al-Bukhariy). Berdasarkan info ini, berikut adalah perhitungan total nilai kekayaan peninggalan beliau, termasuk yang diwasiatkannya kepada para cucunya :
Bagian istri :  1.200.000 x 4 (orang istri) = 4.800.000Dirham.
Angka ini -sesuai akuntansi waris- adalah 1/8 dari 2/3 total tarikah (harta waris) setelah dikurangi 1/3 untuk wasiat.
Total yang diwariskan :  4.800.000 Dirham x 8 = 38.400.000 Dirham = 2/3 total tarikah.
Nilai yang diwasiatkan : 38.400.000 : 2 = 19.200.000 = 1/3 total tarikah
Total tarikah (termasuk wasiat) adalah
= 38.400.000 Dirham + 19.200.000 Dirham = 57.600.000 Dirham atau -jika dirupiahkan- setara dengan 3.543.724.800.000 (Tiga Triliun, Lima Ratus Empat Puluh TigaMilyar, Tujuh Ratus Dua puluh Empat Juta, Delapan Ratus Ribu Rupiah).

Sampai sini maka kekayaan sayyidina az-Zubayr RA berada di atas kekayaan sayyidina Utsman RA dan sayyidina Thalhah. Hanya saja –sesuai info al-Bukhariy- seluruhnya dalam bentuk aset tidak bergerak.

5.       Kekayaan Amr bin Al-Ash ra
300 ribu dinar
Bila di rupiahkan sekitar 300.000dinar x Rp.1.200.000 = Rp.360.000.000.000 ( 360 milyar)

6.       Kekayaan Thalhah bin Ubaydillah ra
Tarikah 1 (tunai)              : 2.200.000 Dirham
Tarikah 2 (tunai)              : 200.000 Dinar
Sedekah 1 (tanah)           : 300.000 Dirham (belum dapat verifikasinya)
Jika dirupiahkan
Tarikah 1 (tunai)             : 135.350.600.000
Tarikah 2 (tunai)             : 388.293.000.000
Sedekah 1 (tanah)          : 18.456.900.000
Jumlah: 542.100.500.000 (Lima Ratus Empat Puluh Dua Milyar, Seratus Juta, Lima Ratus Ribu Rupiah)

Sementara itu, sumber lain (al-Thabaqat al-Kubra,Juz 3, hal. 222, Ibn Sa’d) mengutip bahwa total kekayaan (tunai dan non tunai) saat Thalhah RA wafat –termasuk poin a dan b yang disebut di atas- adalah :
30.000.000 Dirham atau setara Rp. 1.845.690.000.000 (Satu Triliun, Delapan Ratus Empat Puluh Lima Milyar, Enam Ratus Sembilan Puluh Juta Rupiah).


7.       Kekayaan Sa’d ibn Abi Waqqash ra
Dalam sepanjang sejarah peperangan Islam, beliau tercatat sebagai orang yang pertama kali kena tusuk anak panah dan beliau pula yang pertama kali dalam sejarah Islam melesatkan panah dari busurnya ke arah musuh. Beliau termasuk generasi awal yang masuk Islam. Sebagian informasi menyebutnya sebagai orang keempat dari kalangan laki-laki yang masuk Islam awal. Sebelumnya ada Abu bakr, Ali dan Zayd, radhiyallah ‘anhum.

Nilai tarikah atau harta warisnya -seperti dikutip oleh Ibn Katsir- sebesar 250.000 Dirham (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 8, hal. 84). Jika dirupiahkan, nilai ini setara dengan 15.380.750.000 (Lima Belas Milyar, Tiga Ratus Delapan Puluh juta, Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

8.       Kekayaan Abdurrahman bin Auf ra
Melebihi seluruh kekayaan sahabat!! Dalam satu kali duduk, pada masa Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf berinfaq sebesar 64 Milyar (40 ribu dinar).
Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 48 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta.
 
Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 480 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang. Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar 

Sahabat yang satu ini sungguh fenomenal. Milyarder yang sangat ulung berbisnis dan dijamin masuk surga oleh baginda Rasul SAW sendiri. Termasuk generasi Assabiqunal Awwaluun(Orang-orang yang mengikuti jalan Islam di awal-awal) serta pahlawan perang Badar dan Uhud. Teladan yang luar biasa dalam menafkahkan harta di jalan Allah ta’ala. Beberapa kisahnya sebagai berikut:

Beliau pernah menginfaq-kan separuh hartanya (+/- 2,4 milyar IDR) untuk keperluan dakwah pada awal perkembangan Islam. Saat itu Abdurrahman belumlah “sangat kaya”, total aset kekayaanya baru sekitar 4,8 Milyar. Sehingga Rasulullah dengan lisannya yang mulia mendoakan: “Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya padamu, terhadap harta yang engkau berikan. Dan semoga Allah juga memberkati harta yang engkau tinggalkan untuk keluargamu.”Dan terbukti, semenjak itu Abdurrahman bin Auf semakin dan semakin kaya!

Ratusan milyar hartanya di Makkah, bahkan mungkin menyentuh angka Trilyun, seluruhnya ditinggalkan dengan rasa ringan ketika diperintahkan oleh rasulullah SAW untuk berhijrah ke Madinah. (Subhanallah, merinding kulit saya). “ I am not in need of all that. Is there any market place where the trade is practiced?… ” (Sahih Bukhari book 34)

Ketika Rasulullah SAW membutuhkan dana untuk membiayai perang Tabuk yang mahal karena medan yang sulit dan jarak yang jauh, ditambah madinah sedang dilanda musim kering, Milyuner mulia ini memelopori sedekah jariyah dengan menyumbangkan dua uqiyah emas (1 uqiyah = 50 dinar). Sampai Umar bin Khattab bergumam “Sepertinya Abdurrahman berdosa dengan keluarganya karena tidak meninggalkan uang belanja sedikitpun untuk keluarganya.”Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf apakah ia sudah meninggalkan nafkah untuk istrinya?. “Ya”, jawab Abdurrahman. “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan. “Berapa?” tanya Rasulullah SAW.“Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya. Miskinkah ia setelah itu? Demi Allah, Tidak!

Ketika meninggal dunia pada usia 72 tahun, ia mewariskan kepada empat istri dan anak-anaknya total kurang lebih 2.560.000 dinar atau 3.072 trilyun untuk kurs rupiah saat tulisan ini disusun! Amirul Mukminin saat itu ‘Ali ibn Abi Thalib, berkata kepada jenazah Abdurrahman bin Auf, ”Anda telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukkan kepalsuan dunia.”

Dalam keterangan lain yang saya dapati:

Total aset kekayaan saat beliau wafat –seperti dikutip oleh Ibn Hajar- adalah 3.200.000 (Dinar [dalam asumsi Ibn Hajar, al-Fath, Juz 14, hal. 448]). Nilai ini didapatkan dari informasi yang mengatakan bahwa saat wafat, masing-masing dari empat orang istrinya menerima sebesar 100.000 Dinar. Dengan akuntasi Fara`idh, maka total tarikah (harta yang ditinggalkannya) adalah :

100.000 dinar x 4 (orang istri) x 8 (ashl al-mas`alah) = 3.200.000 Dinar.
Jika dirupiahkan maka nilai tersebut setara dengan 6.212.688.000.000 (Enam Triliun,Dua Ratus Dua Belas Milyar, Enam Ratus Delapan Puluh Delapan Juta Rupiah).

Sementara itu, terdapat versi lain, Ibn Katsir (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7, hal, 184) mengutip, saat wafat beliau meninggalkan aset terdiri dari :
1000 ekor unta
100 ekor kuda
3000 ekor kambing (di Baqi’)

Seluruh istrinya yang berjumlah empat orang memperoleh (dari harga jual aset tersebut) sebesar 320.000 (Dinar[?]). Nilai ini adalah 1/8 dari total harta diwaris. Masing-masing istri mendapatkan 80.000(Dinar[?]).
Dengan data ini maka total peninggalan adalah 80.000 x 4 (orang istri) x 8 = 2.560.000 (Dinar[?]).
Jika dirupiahkan nilainya setara dengan 4.970.150.400.000 (Empat Triliun, Sembilan Ratus Tujuh Puluh Milyar, Seratus Lima Puluh Juta, Empat Ratus Ribu Rupiah)
Pertanyaan yang menggantung di kepala saya. Apakah aset yang disebut Ibn Katsir di sini berbeda dengan aset yang dikutip oleh Ibn Hajar sebelumnya? Atau aset yang sama hanya berbeda perhitungan atau perbedaan riwayat?

Jika aset berbeda maka sungguh sebuah kekayaan yang membuat kita layak ber-masya Allah untuk seorang manusia yang –dalam waktu yang sama- telah diberitakan sebagai penghuni surga. Sungguh, di dunia hasanah, di akhirat hasanah.

Apapun asumsinya, bahkan jika kedua info itu terkait obyek yang sama maka Abdurrahman -dengan nilai kekayaan seperti ini- tetap berada di peringkat pertama dari 3 sahabat Rasulullah SAW yang sudah disebutkan di atas.
Kerennya lagi, saat hendak wafat beliau berwasiat memberikan 400 Dinar kepada para peserta perang Badr yang masih hidup yang jumlahnya saat itu sebanyak 100 orang. Total nilai wasiat menjadi 400 Dinar  x 100 = 40.000 Dinar atau setara 77.658.600.000 (Tujuh Puluh Tujuh Milyar, Enam Ratus Lima Puluh Delapan Juta, Enam Ratus Ribu Rupiah). Sayyidina Ustman RA dan sayyidina Ali RA termasuk di antara yang menerimanya. Wasiat tersebut belum termasuk wasiat yang diberikannya secara khusus kepada para istri Rasulullah SAW yang masih hidup dengan jumlah besar. Sampai Aisyah RA sendiri berdoa,“Semoga Allah menyiraminya dengan cairan dari nektar.” (nektar atau salsabil atau madubunga adalah cairan yang kaya dengan gula yang dihasilkan oleh tumbuhan). Belum lagi dengan budak-budak yang dimerdekakannya secara cuma-cuma.

Begitulah gambaran kemakmuran dan kesejahteraan di bawah sistem ekonomi Islam yang adil. Semua individu rakyat mendapatkan haknya dari Baitul Mal dengan tanpa perlu mengemis, menangis, mengeluh, dan memohon.

Bandingkan itu dengan realitas yang mengiris-iris hati saat ini. Betapa banyak rakyat jelata yang mengemis-ngemis, meraung-raung, dan bahkan melolong-lolong hanya untuk mendapat kesempatan mengais sesuap nasi dan seteguk air. Bukankah Anda sering melihat aparat penguasa yang zalim lagi arogan menggusur dengan kejam pedagang kaki lima yang melarat? Inilah kekejaman sekaligus kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan detik ini. Sistem kafir ini wajib segera kita hancurkan untuk kemudian kita ganti dengan sistem ekonomi Islam yang adil. Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment