KEJAYAAN ISLAM ZAMAN
RASULLULLAH dan SAHABAT.
Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad
SAW merupakan sistem ekonomi yang berdasarkan syariat islam dan berlandaskan
Al-Quran dan Sunnah Rasul. Sejumlah aturan yang tertanam pada landasan
perekonomian tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan
sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya tidak melakukan
sesuatu. Tentu aturan-aturan yang tersebut dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul
bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik agama
diri, akal, harta benda maupun nasab keturunan.
Rasulullah memulai implementasi
perekonomian islam sejak diutusnya beliau sebagai utusan Allah SWT pada usia 40
tahun. Sistem perekonomian islam tampak cerah bukan pada masa Makkah, namun
mulai pada masa Madinah atau hijrahnya Rasulullah ke kota Yastrib (Madinah).
Ketika itu, kehidupan umat muslim bersama Rasulullah merupakan contoh teladan
yang paling pantas untuk implementasi dari syariat islam.
Madinah merupakan suatu negara yang
baru terbentuk dan tidak memiliki harta warisan sedikitpun. Hal ini diperparah
adanya ancaman demi ancaman dari pihak luar yang terus menggeruguti kaum
mulimin selepas hijrah dari Makkah ke Madinah. Banyak guncangan dan cobaan
serta rintangan yang muncul baik dari dalam maupun pihak luar membuat Hijrahnya
kaum muslimin dari Makkah bukan hanya diartikan sebagai melepaskan diri dari
cobaan pihak Quraisy di Makkah, melainkan juga sebagai batu loncatan untuk
mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman. Oleh karena itu, setiap
muslim pada saat itu harus mampu, wajib ikut andil dalam mendirikan negara baru
ini (Madinah), harus mengerahkan segala kemampuannya untuk menjaga dan
menegakkannya.
Tidak dapat disangsikan bahwa
Rasulullah adalah pemimpin, komandan dan pemberi petunjuk dalam menegakkan
masyarakat ini. Semua krisis dikembalikan kepada beliau tanpa ada yang
menentangnya.
Pemerintahan awal Rasulullah di
Madinah tergolong sederhana, tetapi telah menunjukkan prinsip-prinsip yang
mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dikarenakan landasan perekonomian yang
merupakan Al-Quran, karakter perekonomian saat itu adalah komitmennya yang
tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya terhadap keadilan dan
pemerataan kerakyatan. Setiap kegiatan harus mencakup konsep maslahat
yang bermuara pada ukhuwah islamiyah.
Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan
secara etis dalam bingkai syariah islam. Sumber daya ekonomipun tidak boleh
menumpuk pada seseorang saja melainkan harus terbagi-bagi antar masyarakat. Hal
ini dilakukan agar masalah gap antara si miskin dan si kaya teratasi pada
perekonomian islam di zaman Rasulullah.
Banyak hal-hal strategis yang di
lakukan oleh Rasulullah dalam masyarakat baru di Madinah, khususnya tentang
perekonomiannya, yaitu :
- Membangun Masjid
Sebelum masuk ke Madinah, yang
pertama kali dilakukan oleh Rasulullah bersama dengan umat mulim lainnya adalah
mendirikan Masjid Quba. Masjid ini bukan hanya untuk beribadah, tetapi juga
sebagai sentral kegiatan kaum muslimin. Saat masuk kota Madinah beliau
membentuk lembaga persatuan di antara kaum Muhajirin dan Anshar yang diikuti dengan
pembangunan Masjid Nabawi yang kemudian menjadi sentral pemerintahan di
Madinah. Dengan pembangunan masjid ini, kaum muslimin akan sering bertemu dan
berkomunikasi sehingga ikatan persaudaraan dan mahabah semakin terjalin
kuat.
- Mempersaudarakan di antara Sesama Orang-orang muslimin
Tugas Rasulullah berikutnya adalah
memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (Penduduk
Makkah yang hijrah ke Madinah). Sekitar 150 keluarga kaum Muhajirin berada
dalam kondisi yang memperhatinkan karena hanya membawa perbekalan ala kadarnya
ke Madinah. Mereka hanya bergantung pada mata pencaharian bidang pertanian dan
pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada
mereka.
- Membangun Konstitusi Negara
Tugas berkutnya yang dilakukan
Rasulullah SAW adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang
kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi ini, pemerintah
menegaskan tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara
Madinah yang Muslim maupun bukan Muslim, serta membahas tentang pertahanan dan
keamanan negara.
- Meletakkan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Selanjutnya, Rasulullah SAW
meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara bergasarkan ketentuan-ketentuan
Al-Quran. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam
kehidupan yang tidak sesuai dengan Al-Quran di hapus dan digantikan dengan
paradigma yang berbasis nilai-nilai Qurani yakni persaudaraan, persamaan,
kebebasan dan keadilan.
Sistem Ekonomi di Madinah
Dikarenakan Madinah yang merupakan
negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah
dari sisi ekonomi, peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang dilakukan
Rasulullah merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan
spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai agama dan negara dapat
berkembang dengan pesat dalam waktu yang relatif singkat.
Pada tahun-tahun awal sejak
dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber
pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum
muslimin secara bergotong royong dan sukarela berlandaskan ukhuwah.
Setelah perputaran aktivitas ekonomi
yang cukup signifikan dari hasil persaudaraan tadi, maka Madinah mulailah mendapatkan
Pendapatannya sendiri dan Pengeluarannya sendiri. Pendapatan Madinah bersumber
pada pendapatan primer dan sekunder.
Pendapatan Primer pada saat itu
adalah pendapatan yang utama oleh negara seperti Zakat dan Ushr. Keduanya
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan dengan pajak. Zakat dan Ushr
merupakan kewajiban agama dan termasuk dalam salah satu pilar islam. Zakat pada
zaman Rasulullah dikenakan pada :
- Benda logam yang terbuat dari emas, ditentukan berdasar beratnya.
- Benda logam yang terbuat dari perak, ditentukan berdasar beratnya.
- Berbagai jenis barang dagangan yang sesuai dengan syariat islam, ditentukan berdasar jumlahnya.
- Hasil pertanian dan perkebunan, ditentukan berdasarkan nilai jual dan kuantitasnya. Barang inilah yang disebut dengan Ushr.
- Luqta (Harta benda yang ditinggalkan musuh)
- Barang temuan
Sementara itu, pajak (dharibah)
sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Allah SWT kepada kaum
muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Allah SWT menjadikan seorang
imam sebagai pemimpin bagi mereka yang mengambil harta dan menafkahkannya
sesuai dengan objek-objek tertentu.
Kemudian, pendapatan sekunder
madinah yang memberikan hasil di dapat dari :
- Uang tebusan para tawanan perang
- Harta karun temuan
- Harta benda kaum muslimin tanpa ahli waris (Amwal Fadillah)
- Wakaf
- Nawaib,yaitu pajak khusus yang dibebankan pada kaum muslimin ayng kaya raya
- Zakat Fitrah
- Bentuk lainnya seperti Hewan Qurban dan Kifarat (Denda)
Adapun sumber-sumber pengeluaran
negara pada saat itu adalah Biaya Pertahana, Penyaluran Zakat dan Ushr,
Pembayaran Gaji dan upah, Pembayaran Utang Negara, Bantuan untuk Musafir,
hingga persediaan darurat dan sebagainya.
Untuk mengatur jalannya arus kas
pemasukan dan pengeluaran negara maka dibentuklah Baitul Mal. Baitul Mal adalah
lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya informal.
Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan
negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional
di Madinah pada masa awal hijriah.
Pertamakalinya berdirinyya Baitul
Mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badar
seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka ( para
sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa
anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah
hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian
benar-benar beriman”. (QS. AL-ANFAL : 1).
Pada masa Rasulullah SAW Baitul Mal
terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat
negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta
perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang-
binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum
merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada
saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim,
serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki
bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi
penulis.
Masa Khalifah Umar bin Khaththab
Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.
Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu."
Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut." (Al-Qaradhawi, 1995)
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya (Karim, 2001).
Tak hanya Yaman, wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham (setara Rp 6,25 miliar) (1) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, "Apa yang kamu bawa ini?" Abu Hurairah menjawab, "Saya membawa 500 ribu dirham." Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, "Apakah kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh." Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka Umar berkata, "Berapa banyak uang yang engkau bawa?" Abu Hurairah menjawab, "Sebanyak 500 ribu dirham" Umar berkata,"Apakah itu harta yang sah?" Abu Hurairah menjawab, "Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya." (Karim, 2001; Muhammad, 2002)
Selama masa kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid) ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini (Karim, 2001, Ash-Shinnawy, 2006).
Dari sudut pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000 dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. (Ash-Shinnawy, 2006). Bagian itu cukup besar. Bandingkan dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80 dirham (senilai Rp 1 juta) (Karim, 2001).
Meski rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta’widh) dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya --dengan uang rakyat-- padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang melarat dan bahkan sekarat.
Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Umar yang ini juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat.
Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar Abdul mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT." (Al-Qaradhawi, 1995).
Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah!
A.
KEKAYAAN RASULULLAH
Tidak ada catatan yang secara lengkap menggambarkan jumlah kekayaan yang dimiliki Muhammad saw, baik pada masa sebelum menjadi rasul maupun pada masa kenabian. Meskipun begitu, dari catatan Abu Faris (1997), beliau memberikan mas kawin (mahar) kepada Khadijah sebanyak 20 ekor unta dan 12 uqiyah (ons) emas. Jumlah itu tergolong sangat banyak bila dikonversi dengan uang pada masa itu ataupun pada masa sekarang. Setelah menikah kekayaan nabi bertambah karena kekayaan yang dimilikinya dikembangkan melalui perdagangan bersama dengan (harta) Khadijah. Akan tetapi, tidak banyak diketahui, apa yang terjadi pada harta kekayaan Muhammad saw selanjutnya.
Meskipun tidak ada catatan akurat tentang jumlah persis kekayaan Rasulullah saw sepanjang hayatnya, ada beberapa catatan yang menunjukkan Rasulullah adalah orang berpunya dan memiliki harta banyak, namun beliau selalu mendahulukan kepentingan umat melebihi kepentingan dirinya sendiri dalam bentuk infak, sedekah dan membantu fakir miskin.
Diceritakan bahwa:
Nabi
Muhammad saw pernah membagikan lebih dari 1500 ekor unta kepada beberapa orang
Quraisy sesudah perang Hunain.
Beliaupun
pernah memiliki tanah Fadak. Fadak adalah sebuah daerah pemerintahan otonomi
Yahudi di Hijaz. Penduduknya mayoritas Yahudi. Tanah Fadak diserahkan oleh kaum
Yahudi kepada rasul tanpa melalui pertempuran (Ibnu Hisyam.II: 368)
Syu’aibi
mencatat, beliau membagikan al-kutaibah (pemberian rutin) kepada kerabat dan
istri-istri beliau. Kepada Fatimah 200 wasaq, Ali bin Abi Thalib 100 wasaq,
Usamah bin Zaid 250 wasaq, Aisyah 200 wasaq, Ja’far bin Abi Thalib 50 wasaq,
Rabiah bin Harits bin Abdil Mutthalib 100 wasaq, Abu Bakar 100 wasaq, Aqil bin
Abi Thalib 140 wasaq, Bani Ja’far 140 wasaq, untuk sekelompok orang dan
istri-istrinya 700 wasaq. Lainnya untuk Bani Mutthalib yang sebagian masih di
Mekkah (Syu’aibi, 2004).
Seusai
perang Khaibar, nabi memperoleh sekitar 100 perisai, 400 pedang, 1000 busur dan
500 tombak.
Dikabarkan
bahwa Muhammad menerima 90.000 dirham. Tetapi uang itu dibagikan kepada orang
banyak sampai habis.
Ketika
kembali dari perang Hunain, nabi diserahkan uang hasil rampasan perang. Beliau
berkata: “Letakkanlah uang itu di masjid.” Kemudian nabi shalat di
masjid itu tanpa menolah kepada uang tadi. Seusai shalat beliau duduk di dekat
uang tersebut dan memberikannya kepada setiap orang yang meminta. Beliau
berdiri setelah uang itu habis.
Sungguh
kita sebagai ummatnya pun seharusnya mengikuti upaya beliau untuk mendai kaya
raya, agar bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya bagi kebaikan ummat. Dan jika
dihitung, maka jelaslah Rasulullah adalah orang paling kaya sang konglomerat
yang sederhana. Kekayaannya melebihi milyaran.
B.
KEKAYAAN PARA SAHABAT
1. Kekayaan
Abu Bakar As-Shiddiq ra
Apabila kita membaca sejarah islam, disebutkan Abu Bakar
pernah membebaskan seorang budak yang merupakan sahabat nabi yaitu Bilal bin
Rabbah, yang dijamin akan masuk ke surga..Saat menawarkan untuk menebusnya,
sang majikan yaitu Umaiyah bin Khalaf memberikan penawaran yang tinggi yaitu 9
uqiah emas ( 1 uqiah adalah 31,7475 gram emas berarti sekitar 7,4 dinar emas,
dimana 1 dinar emas adalah 4,25 gram emas ), dan Abu Bakar menyanggupinya tanpa
menawar, saat ini 1 dinar sekitar 2,1 juta rupiah per kepingnya maka
yang harus ditebus sekitar 9*7,4*2,1 juta rupiah >>>
sekitar 140 juta rupiah..suatu harga yang fantastic untuk ukuran
budak saat itu.
Ini menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi membuat seseorang
dapat berbuat lebih untuk membela agama Allah SWT, selain itu banyak sekali
kisah dari abu bakar yang digunakan untuk membebaskan budak-budak..bahkan di
awal keislaman dikisahkan bahwa Abu Bakar RA pernah menghabiskan 40.000
dirham untuk memerdekakan budak, dengan perhitungan 1 dirham saat ini
sekitar 70 ribu rupiah maka dana itu sekitar 2,8 Milyar rupiah.
2. Kekayaan
Umar bin Khattab ra:
Salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW dan khalifah kedua
setelah Abu Bakar Ash shiddiq r.a. Beliau termasuk dalam 10 orang yang dijamin
masuk surga oleh Rasulullah SAW. Dijuluki sebagai Umar Al Faruq (sang pembeda)
karena ketegasannya dalam menegakkan kebenaran. Seorang yang keras namun
berhati selembut salju, administrator dan peletak landasan manajemen ekonomi
negara yang cemerlang.
Semenjak menjadi khalifah hidup sangat sederhana, meskipun
kaya raya. Beliau hendak memberikan teladan yang baik bagi kaum muslimin
tentang konsep jabatan, harta dan zuhud seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Berikut data kekayaan Umar, yang ternyata sebagian besar
dipergunakan untuk kemajuan kaum muslimin waktu itu.
Mewariskan
70.000 properti (ladang pertanian) seharga @ 160juta (total Rp 11,2 Triliun)
Cash
flow per bulan dari properti = 70.000 x 40 jt = 2,8 Triliun/ tahun atau 233
Miliar/bulan. Simpanan = hutang dalam bentuk cash.
*1
Dinar = Rp. 1,2 juta IDR (Indonesian Rupiah)
3. Kekayaan
Utsman bin `Affan ra:
Khalifah ketiga setelah wafatnya Ummar Al Faruq. Bangsawan
dan konglomerat Makkah yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW karena
perjuangan dan ketaqwaannya. Seorang pribadi shalih yang jujur, lembut dan
pemalu. Jasa beliau untuk menstandarkan teks Al Quran memberi sumbangsih besar
dalam penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Data kekayaan beliau:
Simpanan
uang = 151 ribu dinar plus seribu dirham
Mewariskan
properti sepanjang wilayah Aris dan Khaibar
Memiliki
beberapa sumur senilai 200 ribu dinar (Rp 240 M)
Dalam
Keterangan lain:
Tarikah
1 (tunai) : 30 juta Dirham
Tarikah
2 (tunai) : 150.000 Dinar
Sedekah
: 200.000 Dinar
Unta
: 1000
ekor
(Sumber
: al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7, hal. 214, Ibn Katsir)
Jika dirupiahkan
Tarikah
1 (tunai) :
1.845.690.000.000
Tarikah
2 (tunai) :
291.219.750.000
Sedekah
: 388.293.000.000
Unta
: 7.740.000.000
Jumlah: 2.532.942.750.000 (Dua
Triliun, Lima Ratus Tiga Puluh Dua Milyar, Sembilan Ratus Empat Puluh Dua Juta,
Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
Perhitungan
di atas bisa jadi lebih kecil dari realitanya karena beberapa aset dan sedekah
beliau yang tidak dimasukkan, seperti pembelian lahan untuk sumur
"Rumah" senilai 20.000 Dirham, hibah 950 unta untukperlengkapan
perang Tabuk/’Usrah. (ar.wikipedia.org/wiki/عثمان_بن_عفان)
aset tanah (dhiya’) dan kuda yang jumlahnya amat sangat banyak (Tarikh Ibn
Khaldun, Jil 1)
Anda
dapat mengulangi perhitungannya dengan memasukkan data dari dua buku yang saya
sebutkan.
Kekayaan
lain, yaitu menikahi dua orang putri Rasulullah SAW (Ruqayyah lalu
Ummu Kultsum) gak usah dimasukkan ya! Sebab itu bukan kekayaan finansial, meski
itu juga sebuah kekayaan yang amat tak terkira.
Kekayaan
Usman setelah meninggal berupa 150.000 dinar dan 1.000.000 dirham ditemukan di
rumahnya. Tanah-tanah yang bebas pajak tak ada batasnya. Nilai total aset yang
dimiliki Usman di Wadi al Qura dan Hunain adalah 100.000 dinar. Onta dan kuda
tak terhitung banyaknya. [Muruj adz Dzahabi, Jilid 1, Hlm 435]
Namun
di akhir masa kekhalifahan dan hidupnya, harta yang dimiliki Utsman r.a hanya
tersisa dua ekor unta saja. Semuanya dinafkahkan untuk kesejahteraan ummat.
Bahkan beliau pun tidak mau menerima tunjangan (gaji) dari baitul maal.
Subhanallah, inilah karakter khas generasi didikan langsung Rasulullah SAW.
4. Kekayaan
Zubair bin Awwam ra
Konon,
satu-satunya orang yang setanding dalam kemahiran beliau bertempur sambil
berkuda adalah Khalid ibn al-Walid (the Drawn Sword of God). Kedua sahabat ini
mampu berkuda sambil kedua tangannya menggenggam pedang, sedangkan pengendalian
kuda dilakukan dengan kakinya.
Seperti
diinformasikan oleh al-Bukhariy (al-Jami’ al-Shahih li al-Bukhariy, Juz 3,
hal. 1137), Az-Zubayr RA wafat hanya meninggalkan kekayaan berupa aset
tidak bergerak (tanah), termasuk di antaranya adalah sebuah rimba belantara, 11
(sebelas) rumah (besar/daar) di Madinah, 2 (dua) rumah di Bashrah, dan 1 (satu)
rumah masing-masing di Kufah dan di Mesir.
Beliau
mewasiatkan 1/3 dari total harta peninggalannya (tarikah) untuk para cucunya.
Lalu 2/3-nya dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.
Beliau
memiliki istri empat orang di mana setiap setiap istri mendapatkan waris
senilai1.200.000 Dirham dari 2/3 total tarikah (Shahih al-Bukhariy).
Berdasarkan info ini, berikut adalah perhitungan total nilai kekayaan
peninggalan beliau, termasuk yang diwasiatkannya kepada para cucunya :
Bagian
istri : 1.200.000 x 4 (orang istri) = 4.800.000Dirham.
Angka ini -sesuai akuntansi waris- adalah 1/8 dari 2/3 total tarikah (harta waris) setelah dikurangi 1/3 untuk wasiat.
Angka ini -sesuai akuntansi waris- adalah 1/8 dari 2/3 total tarikah (harta waris) setelah dikurangi 1/3 untuk wasiat.
Total
yang diwariskan : 4.800.000 Dirham x 8 = 38.400.000 Dirham = 2/3 total
tarikah.
Nilai
yang diwasiatkan : 38.400.000 : 2 = 19.200.000 = 1/3 total tarikah
Total
tarikah (termasuk wasiat) adalah
=
38.400.000 Dirham + 19.200.000 Dirham = 57.600.000 Dirham atau -jika
dirupiahkan- setara dengan 3.543.724.800.000 (Tiga Triliun, Lima
Ratus Empat Puluh TigaMilyar, Tujuh Ratus Dua puluh Empat Juta, Delapan Ratus
Ribu Rupiah).
Sampai
sini maka kekayaan sayyidina az-Zubayr RA berada di atas kekayaan sayyidina
Utsman RA dan sayyidina Thalhah. Hanya saja –sesuai info
al-Bukhariy- seluruhnya dalam bentuk aset tidak bergerak.
5. Kekayaan Amr
bin Al-Ash ra
300
ribu dinar
Bila
di rupiahkan sekitar 300.000dinar x Rp.1.200.000 = Rp.360.000.000.000 ( 360
milyar)
6. Kekayaan
Thalhah bin Ubaydillah ra
Tarikah
1 (tunai) : 2.200.000
Dirham
Tarikah
2 (tunai) : 200.000 Dinar
Sedekah
1 (tanah) : 300.000 Dirham (belum dapat
verifikasinya)
Jika
dirupiahkan
Tarikah
1 (tunai) : 135.350.600.000
Tarikah
2 (tunai) : 388.293.000.000
Sedekah
1 (tanah) : 18.456.900.000
Jumlah: 542.100.500.000 (Lima
Ratus Empat Puluh Dua Milyar, Seratus Juta, Lima Ratus Ribu Rupiah)
Sementara
itu, sumber lain (al-Thabaqat al-Kubra,Juz 3, hal. 222, Ibn Sa’d) mengutip
bahwa total kekayaan (tunai dan non tunai) saat Thalhah RA wafat –termasuk poin
a dan b yang disebut di atas- adalah :
30.000.000
Dirham atau setara Rp. 1.845.690.000.000 (Satu Triliun, Delapan
Ratus Empat Puluh Lima Milyar, Enam Ratus Sembilan Puluh Juta Rupiah).
7. Kekayaan Sa’d
ibn Abi Waqqash ra
Dalam
sepanjang sejarah peperangan Islam, beliau tercatat sebagai orang yang pertama
kali kena tusuk anak panah dan beliau pula yang pertama kali dalam sejarah
Islam melesatkan panah dari busurnya ke arah musuh. Beliau termasuk generasi
awal yang masuk Islam. Sebagian informasi menyebutnya sebagai orang keempat
dari kalangan laki-laki yang masuk Islam awal. Sebelumnya ada Abu bakr, Ali dan
Zayd, radhiyallah ‘anhum.
Nilai
tarikah atau harta warisnya -seperti dikutip oleh Ibn Katsir- sebesar 250.000
Dirham (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 8, hal. 84). Jika dirupiahkan, nilai
ini setara dengan 15.380.750.000 (Lima Belas Milyar, Tiga Ratus
Delapan Puluh juta, Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
8. Kekayaan
Abdurrahman bin Auf ra
Melebihi
seluruh kekayaan sahabat!! Dalam satu kali duduk, pada
masa Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf berinfaq sebesar 64 Milyar
(40 ribu dinar).
Abdurrahman
bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah
perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa
barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota
Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan
dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham
(sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 48
Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta.
Beliau
juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan
santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 480 juta) per orang untuk veteran yang
jumlahnya tidak kurang dari 100 orang. Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di
jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan
harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda,
3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar.
Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat
bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada
4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu
berjumlah 2,560,000 Dinar
Sahabat yang satu ini sungguh fenomenal. Milyarder yang
sangat ulung berbisnis dan dijamin masuk surga oleh baginda Rasul SAW sendiri.
Termasuk generasi Assabiqunal Awwaluun(Orang-orang yang mengikuti
jalan Islam di awal-awal) serta pahlawan perang Badar dan Uhud. Teladan yang
luar biasa dalam menafkahkan harta di jalan Allah ta’ala. Beberapa kisahnya
sebagai berikut:
Beliau
pernah menginfaq-kan separuh hartanya (+/- 2,4 milyar IDR)
untuk keperluan dakwah pada awal perkembangan Islam. Saat itu Abdurrahman
belumlah “sangat kaya”, total aset kekayaanya baru sekitar 4,8 Milyar.
Sehingga Rasulullah dengan lisannya yang mulia mendoakan: “Semoga Allah
melimpahkan berkat-Nya padamu, terhadap harta yang engkau berikan. Dan semoga
Allah juga memberkati harta yang engkau tinggalkan untuk keluargamu.”Dan
terbukti, semenjak itu Abdurrahman bin Auf semakin dan semakin kaya!
Ratusan
milyar hartanya di Makkah, bahkan mungkin menyentuh angka Trilyun, seluruhnya
ditinggalkan dengan rasa ringan ketika diperintahkan oleh rasulullah SAW untuk
berhijrah ke Madinah. (Subhanallah, merinding kulit saya). “ I am not
in need of all that. Is there any market place where the trade is practiced?…
” (Sahih Bukhari book 34)
Ketika
Rasulullah SAW membutuhkan dana untuk membiayai perang Tabuk yang mahal karena
medan yang sulit dan jarak yang jauh, ditambah madinah sedang dilanda musim
kering, Milyuner mulia ini memelopori sedekah jariyah dengan
menyumbangkan dua uqiyah emas (1 uqiyah = 50 dinar). Sampai Umar bin
Khattab bergumam “Sepertinya Abdurrahman berdosa dengan keluarganya
karena tidak meninggalkan uang belanja sedikitpun untuk keluarganya.”Mendengar
ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf apakah ia sudah
meninggalkan nafkah untuk istrinya?. “Ya”, jawab Abdurrahman. “Mereka
saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan. “Berapa?”
tanya Rasulullah SAW.“Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan
Allah.” Jawabnya. Miskinkah ia setelah itu? Demi Allah, Tidak!
Ketika
meninggal dunia pada usia 72 tahun, ia mewariskan kepada empat istri dan
anak-anaknya total kurang lebih 2.560.000 dinar atau 3.072
trilyun untuk kurs rupiah saat tulisan ini disusun! Amirul Mukminin saat
itu ‘Ali ibn Abi Thalib, berkata kepada jenazah Abdurrahman bin Auf, ”Anda
telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukkan
kepalsuan dunia.”
Dalam
keterangan lain yang saya dapati:
Total
aset kekayaan saat beliau wafat –seperti dikutip oleh Ibn Hajar-
adalah 3.200.000 (Dinar [dalam asumsi Ibn Hajar, al-Fath, Juz 14,
hal. 448]). Nilai ini didapatkan dari informasi yang mengatakan bahwa saat
wafat, masing-masing dari empat orang istrinya menerima sebesar 100.000 Dinar.
Dengan akuntasi Fara`idh, maka total tarikah (harta yang ditinggalkannya)
adalah :
100.000
dinar x 4 (orang istri) x 8 (ashl al-mas`alah) = 3.200.000 Dinar.
Jika
dirupiahkan maka nilai tersebut setara dengan 6.212.688.000.000 (Enam
Triliun,Dua Ratus Dua Belas Milyar, Enam Ratus Delapan Puluh Delapan Juta
Rupiah).
Sementara
itu, terdapat versi lain, Ibn Katsir (al-Bidayah wa an-Nihayah,
Juz 7, hal, 184) mengutip, saat wafat beliau meninggalkan aset terdiri dari
:
1000
ekor unta
100
ekor kuda
3000
ekor kambing (di Baqi’)
Seluruh
istrinya yang berjumlah empat orang memperoleh (dari harga jual aset tersebut)
sebesar 320.000 (Dinar[?]). Nilai ini adalah 1/8 dari total harta diwaris.
Masing-masing istri mendapatkan 80.000(Dinar[?]).
Dengan
data ini maka total peninggalan adalah 80.000 x 4 (orang istri) x 8 = 2.560.000
(Dinar[?]).
Jika
dirupiahkan nilainya setara dengan 4.970.150.400.000 (Empat Triliun,
Sembilan Ratus Tujuh Puluh Milyar, Seratus Lima Puluh Juta, Empat Ratus Ribu
Rupiah)
Pertanyaan
yang menggantung di kepala saya. Apakah aset yang disebut Ibn Katsir di sini
berbeda dengan aset yang dikutip oleh Ibn Hajar sebelumnya? Atau aset yang sama
hanya berbeda perhitungan atau perbedaan riwayat?
Jika
aset berbeda maka sungguh sebuah kekayaan yang membuat kita layak ber-masya
Allah untuk seorang manusia yang –dalam waktu yang sama- telah diberitakan
sebagai penghuni surga. Sungguh, di dunia hasanah, di akhirat hasanah.
Apapun
asumsinya, bahkan jika kedua info itu terkait obyek yang sama maka Abdurrahman
-dengan nilai kekayaan seperti ini- tetap berada di peringkat pertama dari 3
sahabat Rasulullah SAW yang sudah disebutkan di atas.
Kerennya
lagi, saat hendak wafat beliau berwasiat memberikan 400 Dinar kepada para
peserta perang Badr yang masih hidup yang jumlahnya saat itu sebanyak 100
orang. Total nilai wasiat menjadi 400 Dinar x 100 = 40.000 Dinar atau
setara 77.658.600.000 (Tujuh Puluh Tujuh Milyar, Enam Ratus Lima
Puluh Delapan Juta, Enam Ratus Ribu Rupiah). Sayyidina Ustman RA dan
sayyidina Ali RA termasuk di antara yang menerimanya. Wasiat tersebut belum termasuk
wasiat yang diberikannya secara khusus kepada para istri Rasulullah SAW yang
masih hidup dengan jumlah besar. Sampai Aisyah RA sendiri berdoa,“Semoga
Allah menyiraminya dengan cairan dari nektar.” (nektar atau salsabil
atau madubunga
adalah cairan yang kaya dengan gula yang dihasilkan oleh tumbuhan). Belum lagi
dengan budak-budak yang dimerdekakannya secara cuma-cuma.
Begitulah
gambaran kemakmuran dan kesejahteraan di bawah sistem ekonomi Islam yang adil.
Semua individu rakyat mendapatkan haknya dari Baitul Mal dengan tanpa perlu
mengemis, menangis, mengeluh, dan memohon.
Bandingkan itu dengan realitas yang mengiris-iris hati saat ini. Betapa banyak rakyat jelata yang mengemis-ngemis, meraung-raung, dan bahkan melolong-lolong hanya untuk mendapat kesempatan mengais sesuap nasi dan seteguk air. Bukankah Anda sering melihat aparat penguasa yang zalim lagi arogan menggusur dengan kejam pedagang kaki lima yang melarat? Inilah kekejaman sekaligus kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan detik ini. Sistem kafir ini wajib segera kita hancurkan untuk kemudian kita ganti dengan sistem ekonomi Islam yang adil. Wallahu a’lam
Bandingkan itu dengan realitas yang mengiris-iris hati saat ini. Betapa banyak rakyat jelata yang mengemis-ngemis, meraung-raung, dan bahkan melolong-lolong hanya untuk mendapat kesempatan mengais sesuap nasi dan seteguk air. Bukankah Anda sering melihat aparat penguasa yang zalim lagi arogan menggusur dengan kejam pedagang kaki lima yang melarat? Inilah kekejaman sekaligus kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan detik ini. Sistem kafir ini wajib segera kita hancurkan untuk kemudian kita ganti dengan sistem ekonomi Islam yang adil. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment